Rabu, 28 November 2012

enzim: pasta gigi untuk jerawatku ^^

jerawaat,,,teman sejati kita yang satu ini memang sangat2 menyebalkan, di saat teman2 yang lain mulai pergi meninggalkan kita, kenapa si jerawat ini aweet banget ngintilin kita. Masalah jerawat sudah tidak menjadi hal yang tabu pada jaman modern seperti sekarang. Angka kejadian jerawat yang semakin menggelora tak jarang membuat para muda-mudi depresi. Berbagai macam cara pasti dilakukan demi mengusir teman kecil satu ini. Kali ini mau bahas sedikit mengenai kisahku dengan jerawatku dan cara2 yang sudah kulalui demi mengusirnya.. :)

jerawat atau yang sering dikenal dengan istilah acne ini merupakan penyakit kulit yang penyebabnya multifaktorial. Faktor-faktor tersebut seperti bakteri, tertutupnya saluran sebum, makanan, bahkan genetik. Selain sebabnya bermacam-macam, pengobatan jerawat yang kini beredar pun tak kalah banyak. Setiap produk pasti menawarkan yang terbaik, tetapi tidak jarang kita ketahui bahkan kita alami sendiri bahwa produk tersebut tidak "ngefek" pd jerawat kita (hiiks).

Begitu juga dengan pengalamanku, sudah banyak bgt macam2 obat jerawat yang kucoba. Mulai dari saran budhe, ibuk, teman, dll. Mulai dari menggunakan perawatan dari skincare sampai dokter spesialis kulit. Huwaaaa, mikirin obat jerawat malah bikin nambah banyak jerawat kalo begitu caranya (hoooheee). Dan akhirnya, setelah putus dengan beberapa obat-obat jerawat akhirnya ak memutuskan menggunakan pasta gigi (enzyme khususnya). Belum ada penelitian ilmiahnya, tapi udah ada beberapa sumber yang membenarkan. Kok bisa?Mau tahu alasanya??
ini penampakannya


Dilansir dari TypeF, hanya dengan mengoleskan sedikit pasta gigi, jerawat akan mengempis dan kering dalam semalam. Hal ini karena pasta gigi mengandung triclosan, salah satu bahan antibakteri aktif yang digunakan untuk menangkis gingivitis (radang gusi) dan penyakit mulut lainnya.
Antibakteri dan antijamur tersebut bukan hanya berguna untuk menjaga mulut tetap sehat, tapi juga menawarkan manfaat lain seperti melawan jerawat. Kandungan mentol dalam pasta gigi juga dapat membantu mengurangi minyak dan pembengkakan jerawat. Hanya saja, Anda perlu tahu, sampai saat ini belum ada bukti ilmiah yang meyakinkan bahwa triclosan bermanfaat bagi jerawat.
Daan, kenapa aku pakenya pasta gigi enzyme?? Di dalam kemasannya tertulis bahwa enzyme tidak mengandung deterjen. So, aku gak terlalu khawatir kulit wajah menjadi iritasi. Daaan, yeeeay dalam semalam jerawat bisa kering. (baru coba di jerawat kecil, belum coba dijerawat gedhe yang super bandel)
Dan yang pasti dilarang sentuh2 jerawat biar tidak menambah parah ya :)


Naaah, ini tampakan saat dioleskan di kulit. Nampak biasa aja sama seperti pasta gigi selayaknya (heeee...namanya jg pasta gigi)



(+):

  1. murmeer IDR: < 10 rb
  2. bau mint segeer
  3. semriwiing rasanya
  4. tidak iritasi di kulit wajah
  5. ringan di pake di wajah
  6. yang pasti joosh buat mengeringkan jerawat
(-): hmm,belum nemu

recommend? --> yes
repurchase? --> absolutely yes (sekalian buat gosok gigi, biar gak cuman mukanya aja yang bersih tapi giginya juga :)



Selamat mencoba :)




my task dalam dunia per-koas-an *stase anestesi ceria :)


Journal Reading
Ketepatan Transfusi Darah Perioperatif  pada Pasien yang Menjalani Operasi Kanker: Sebuah Penelitian Prospektif    Single-Center

Priya Ranganathan, Sarfaraz Ahmed, Atul P Kulkarni, Jigeeshu V Divatia
Department of Anaesthesiology, Critical Care and Pain, Tata Memorial Hospital, Parel, Mumbai, Maharashtra, India
Year : 2012 ; Volume : 56  ; Issue : 3  ; Page : 234-237

ABSTRAK

Latar Belakang : Transfusi darah secara alogenik sering dikaitkan dengan beberapa komplikasi, terutama pada pasien kanker. Tujuan dari penelitian ini  adalah untuk mengidentifikasi rata-rata kejadian transfusi darah perioperatif dan kejadian overtransfusi di rumah sakit kanker tersier.

Metode : Antara bulan Maret dan Mei 2008, peneliti mempelajari semua pasien dewasa yang menjalani operasi kanker mayor elektif dengan anestesi dan dicatat selama dan setelah operasi (dalam waktu 24 jam) transfusi darah dan observasi pasca-operasi. Overtransfusi didefinisikan sebagai hemoglobin (Hb) setelah transfusi yang melebihi 10 g / dL.

Hasil: Seratus delapan puluh enam dari 1175 (16%) pasien menerima transfusi darah perioperatif. Penyebab utama untuk dilakukan transfusi intraoperatif adalah karena  kehilangan darah melebihi maksimum (92, 49%). Sembilan puluh lima (51%) pasien yang ditransfusi memiliki Hb pasca transfusi lebih dari 10 g / dL. Tingkat overtransfusi tidak terlalu tinggi pada pasien yang menerima satu unit transfusi.

Kesimpulan: Rata- rata transfusi perioperatif pada pasien yang menjalani operasi kanker adalah 16%. Lebih dari setengah pasien tersebut mengalami overtransfusi. Setelah penelitian ini, titik utama dalam fasilitas perawatan  adalah dengan  pengukuran hemoglobin intraoperatif.

Pendahuluan

            Bahaya dari transfusi darah alogenik dapat berupa penularan infeksi dan reaksi imunologi. Pada pasien kanker, ada kekhawatiran tambahan tentang efek transfusi yang berhubungan dengan immunomodulasi pada kekambuhan tumor dan kelangsungan hidup. Sebuah metaanalisis terbaru menunjukkan hubungan antara transfusi perioperatif dan kambuhnya kanker kolorektal. Penelitian terdahulu sudah menunjukkan bahwa pelaksanaan transfusi darah perioperatif dan telah diketahui rata-rata transfusi yang sesuai antara 19 dan 53%. Telah terbukti bahwa penelitian tersebut dapat membantu untuk mengidentifikasi masalah dalam pelaksanaan transfusi, mengatur dan menurunkan rata-rata transfusi yang sesuai. Akan tetapi, terdapat kelangkaan literatur yang diterbitkan di seluruh dunia mengenai prevalensi transfusi yang sesuai setelah operasi kanker. Oleh karena itu, peneliti melakukan penelitian prospektif untuk memeriksa pelaksanaan transfusi darah perioperatif pada rumah sakit kanker tersier yang menjadi rujukan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi rata-rata pelaksanaan transfusi darah perioperatif dan kejadian overtransfusi pada pasien dewasa yang menjalani operasi kanker elektif.
           
Metode
            Penelitian ini telah disetujui oleh Institutional Review Board. Peneliti mengumpulkan data dari semua pasien dewasa yang berturut-turut menjalani operasi kanker mayor elektif  antara 1 Maret dan 31 Mei 2008. Persetujuan pasien sebagai penelitian hanya melibatkan penggunaan grafik anestesi, catatan pasien anonim dan catatan dari Departemen Kedokteran Transfusi.

            Seorang anaesthesiologis mengisi formulir untuk setiap pasien, termasuk rincian kondisi pra-operasi dan investigasi, kehilangan darah intra-operatif dan terapi cairan, darah dan produk darah ditransfusikan (jika ada) dan setiap kejadian intraoperatif diinvestigasi. Kehilangan darah intra-operatif dihitung dengan mengukur volume darah dalam botol suction, dengan menimbang pel dan potongan kasa yang digunakan selama operasi dan dengan estimasi visual loss di tempat kejadian. Pada saat penelitian ini, penelitian yang dilakukan adalah untuk transfusi pasien yang kehilangan darah melebihi kehilangan darah maksimum yang diijinkan (MABL) {[MABL = ( Hb pra-operasi – Hb target ) / rata-rata Hb] * volume darah}. Untuk menghindari beberapa pengaruh terhadap keputusan untuk transfusi, bentuk tersebut tidak termasuk daftar indikasi diterima  atau tidaknya untuk transfusi. Namun, anaesthesiologis dianjurkan untuk mendokumentasikan alasan mereka melakukan transfusi pada pasien.
            Pada pasien yang mengalami perdarahan intraoperatif masif (didefinisikan sebagai hilangnya lebih dari 80% volume sirkulasi darah), perkiraan kehilangan darah dan penggantinya kemungkinan tidak akurat - pasien tersebut dikeluarkan pada analisis selanjutnya. Semua pasien ditindaklanjuti selama 24 jam setelah operasi untuk mengidentifikasi transfusi pada periode post-operasi. Catatan-catatan itu diperiksa ulang setiap hari dengan database elektronik dari Departemen Kedokteran Transfusi untuk mengetahui transfusi yang mungkin tidak sengaja terlewati. Data kasus dan catatan medis elektronik dari semua pasien pada database diperiksa setelah operasi untuk mengumpulkan hasil dari penyelidikan tersebut. Dimana alasan untuk transfusi tidak didokumentasikan, grafik anestesi dan penyelidikan pasien dikaji untuk mengidentifikasi alasan yang mungkin..
            Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan SPSS 18.0 (SPSS, USA). Transfusi darah perioperatif didefinisikan sebagai transfusi sel darah merah (PRC atau whole blood) selama atau dalam waktu 24 jam setelah operasi. Seorang pasien dianggap overtransfusi jika Hb post-transfusi  lebih dari 10 g / dL. Cut-off  tersebut  didasarkan pada pedoman ASA, yang menunjukkan bahwa pasien dengan Hb lebih dari 10% g hampir tidak pernah membutuhkan transfusi. Untuk mendukung analisis, dua anaesthesiologis senior mengklasifikasikan tindakan bedah ke dalam tiga kategori operasi berdasarkan kemungkinan mereka membutuhkan transfusi - rendah (misalnya, payudara, diseksi leher radikal modifikasi, parotidectomy), sedang (misalnya, kolektomi, pancreatectomy, oesophagectomy ) dan tinggi (misalnya, reseksi tulang pelvic mayor, reseksi hepar, prostatektomi terbuka). Data dinyatakan dalam persentase untuk variabel kategorikal dan rata-rata (dengan standar deviasi) atau median (dengan rentang antarkuartil, IQR) untuk variabel kontinyu. P-value kurang dari 0,05 dianggap signifikan untuk semua perbandingan dan tidak perlu penyesuaian dibuat untuk perbandingan yang multipel.
  
Hasil

            Selama penelitian, 1195 pasien menjalani prosedur bedah elektif. Karakteristik demografi pasien ditunjukkan pada [Tabel 1]. Rata-rata kehilangan darah intra-operatif adalah 250 ml. (IQR: 100, 562). Rata-rata kehilangan darah intra-operasi darah  adalah 150 mL, 500 mL dan 512 mL dalam operasi diklasifikasikan menjadi rendah, sedang dan tinggi yang kemungkinan membutuhkan transfusi. Enam prosedur yang terlibat dalam kehilangan darah masif, tetapi ada data yang tidak lengkap dan tindak lanjut pada 14 kasus, karena itu 1.175 pasien dilibatkan dalam analisis akhir. Dari jumlah tersebut, 186 pasien (16%) memiliki setidaknya satu unit darah atau produk darah yang ditransfusi. Satu dan dua unit transfusi menyumbang 40% untuk setiap transfusi total, dengan tersisa tiga atau lebih unit. Alasan paling umum untuk transfusi adalah kehilangan darah melebihi MABL (49%), Hb intraoperatif kurang dari 8 g / dL (14%), ketidakstabilan hemodinamik (5%) dan antisipasi kehilangan darah lebih lanjut (5%). Namun, pada 20% (38) pasien yang ditransfusi, tidak ada dokumentasi mengenai alasan transfusi dan  pada catatan pemeriksaan pasien tidak ditemukan adanya indikasi tertentu untuk transfusi. Sembilan puluh lima dari 186 pasien (51%) memiliki  Hb post-transfusi lebih dari 10 g / dL dan dianggap overtransfusi. Rata-rata overtransfusi tertinggi pada pasien yang menerima 2 unit darah [Tabel 2]. Di antara 38 pasien yang menerima transfusi untuk alasan yang tidak diketahui, 24 (63%) yang overtransfusi. Empat puluh sembilan pasien dilakukan pemeriksaan Hb intraoperatif, dan 39 pasien yang menerima transfusi.

Tabel 1. Karakteristik demografi pasien
Jenis Kelamin
·         Laki-laki
·         Perempuan

593 (49,6%)
602 (50,4 %)
Umur (dalam tahun)
·         Rata-rata (± SD)

48,6 (±13,4)
Berat (dalam kg)
·         Rata-rata (± SD)

56,6 (±10,8)
Status ASA
·         I
·         II
·         III

64%
34,6%
1,4%
Hb (g %)
·         Rata-rata (± SD)
·         < 8
·         8,1-10
·         >10,1

12 (±1,7)
9 (0,8)
165 (13,4)
1021 (85,8)
Kemungkinan membutuhkan transfusi (%)
·         Rendah
·         Sedang
·         Tinggi

799 (67)
348 (29)
48 (4)






Tabel 2. Jumlah darah yang ditransfusi dan ketepatannya
Unit yang ditransfusi
Total yang ditransfusi
Ketepatan
Overtransfusi
1
2
3/ lebih
Total
74
75
37
186
41 (55)
28 (37)
22 (60)
91 (49)
33 (46)
47 (63)
15 (40)
95 (51)


Diskusi
            Dampak dari transfusi darah alogenik jangka panjang pada pasien yang menjalani operasi kanker masih belum jelas. Sedangkan hasil metaanalisis mengarahkan pada "hubungan moderat" antara transfusi darah alogenik dan kekambuhan dini pada pasien dengan kanker kolorektal,tetapi  hubungan sebab akibat belum diketahui. Penelitian lebih lanjut tentang masalah tersebut  dan jenis-jenis operasi kanker masih diperlukan. Namun, bahaya lain dari transfusi darah, seperti reaksi transfusi, penularan infeksi dan risiko mistransfusi, lebih baik ditindaklanjuti dan itu adalah fakta yang diterima bahwa transfusi darah harus dibatasi pada situasi yang perlu. Sebuah metaanalisis terbaru juga menegaskan bahwa strategi restriktif alogenik transfuse dapat mengurangi tingkat infeksi perioperatif tanpa peningkatan tingkat komplikasi seperti pada jantung atau kematian. Selain itu, darah menjadi sumber daya yang berharga dan langka, sehingga setiap upaya harus dilakukan untuk transfusi darah dan produk darah hanya bila penting. Dalam penelitian ini, penghitungan transfusi memiliki peran penting dalam mengidentifikasi dan memperbaiki kejadian transfusi yang tidak perlu.
            Dalam penelitian prospektif mengenai transfusi darah perioperative selama operasi kanker elektif, secara keseluruhan rata-rata transfusi sel darah  merah adalah 16%. Lebih dari setengah dari transfusi mengakibatkan Hb post-transfusi lebih dari 10 g / dL, dan dapat dianggap overtransfusi, baik dalam hal keputusan untuk transfusi atau dalam hal volume darah yang ditransfusikan. Penghitungan sebelumnya pada pasien bedah telah menemukan tingkat transfusi darah perioperatif antara 16,7 dan 34%. Insiden overtransfusi dalam penelitian ini bervariasi antara 19 dan 53%. Hal ini bisa jadi disebabkan oleh perbedaan dalam populasi pasien, jenis operasi yang dilakukan dan kriteria yang digunakan untuk mendefinisikan overtransfusi. Indikasi yang paling umum untuk transfusi perioperatif pada penelitian ini adalah kehilangan darah melebihi MABL dan Hb intraoperative yang rendah. Penelitian-penelitian lain telah menemukan Hb rendah, kehilangan darah dan hipovolemia menjadi indikator untuk transfusi perioperatif. Dua puluh persen dari transfusi dalam penelitian ini tidak memiliki indikasi untuk transfusi. Kelompok pasien tersebut memiliki tingkat tertinggi untuk mengalami overtransfusi (63%). Spencer menemukan bahwa kewajiban mendokumentasikan alasan transfusi mengakibatkan penurunan yang signifikan dalam kejadian transfusi yang tidak perlu
            Penggunaan satu unit transfusi sebelumnya dianggap sebagai indeks ketidaktepatan pelaksanaan transfusi. Namun, kini diterima bahwa transfusi harus terbatas pada jumlah terkecil darah yang dibutuhkan untuk menaikkan kondisi pasien di atas ambang transfusi dan transfusi unit tunggal darah justru meningkat ketika kualitas program perbaikan diperhatikan. Dalam penelitian ini, proporsi kejadian overtransfusi pada penggunaan satu unit transfusi tidak lebih tinggi dibandingan dengan penggunaan banyak transfusi. Namun, tingkat kejadian overtransfusi tertinggi terjadi pada penggunaan dua unit transfusi, hal tersebut menunjukkan bahwa transfusi satu unit mungkin sudah cukup pada pasien tersebut. Unit kedua mungkin diberikan pada beberapa pasien karena kepercayaan di antara beberapa anaesthesiologis bahwa transfusi satu unit itu tidak adekuat. Hal yang menarik juga ditemukan  pada pasien yang ditransfusi untuk alasan yang tidak jelas, biasanya digunakan satu unit transfusi, dan sebagian besar mengakibatkan overtransfusi. Telah  disarankan bahwa penggunaan teknik perawatan dengan pemeriksaan Hb intraoperatif dapat menurunkan angka kejadian transfusi yang tidak perlu. Dalam penelitian ini, 49 kasus telah dilakukan pemeriksaan Hb intraoperative dan 39 dari jumlah tersebut mendapat transfusi, akan tetapi angka-angka tersebut terlalu kecil untuk menunjukkan analisis bermakna.
            Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan. Nilai Hb pra-operasi yang digunakan untuk penghitungan MABL tidak selalu digunakan. Hal tersebut dikarenakan  peneliti  ingin penelitian ini  dapat mencerminkan kejadian klinis yang sebenarnya dan tidak ada intervensi tambahan. Kedua, peneliti hanya memasukkan transfusi sel darah merah dalam penelitian ini. Sedangkan, transfusi yang tidak tepat dari produk darah lainnya seperti fresh frozen plasma dan trombosit juga merupakan masalah yang serius. Namun, kurang dari 1% dari pasien dalam penelitian ini yang menerima fresh frozen plasma dan / atau transfusi trombosit - angka-angka ini tidak memadai untuk dilakukan analisis. Ini mungkin bisa menjadi subyek dari penelitian di kemudian hari. Selain itu, peneliti tidak membedakan antara PRC  dan transfusi whole blood.
            Keakuratan penghitungan transfusi, terutama yang retrospektif dipertanyakan dalam penelitian ini. Namun, tampak bahwa penghitungan pelaksanaan transfusi dan pedoman transfusi memiliki peran dalam mengidentifikasi dan mengurangi tingkat kejadian transfusi yang tidak perlu. Spencer mempelajari pasien yang menjalani operasi replacement sendi elektif dan menemukan bahwa penegakan algoritma transfusi lokal mengurangi angka kejadian  transfusi  sebanyak setengah dari angka keseluruhan, tanpa hasil yang buruk dan dengan efek yang berkelanjutan. Demikian pula, Mallett menemukan penurunan angka kejadian transfusi sebesar 43% setelah penerapan pelaksanaan penggunaan pedoman transfusi. Tampaknya logis bahwa langkah pertama untuk meningkatkan kualitas individu perawatan pasien adalah pertama dengan mengidentifikasi masalah, dan penghitungan seperti penelitian ini wajib dilakukan. Setelah dilakukan penghitungan/rekapitulasi data, langkah-langkah tertentu kemudian diambil untuk meningkatkan pelaksaan transfusi perioperatif di rumah sakit tersebut. Fasilitas untuk estimasi Hb (HemoCue ™) telah diperkenalkan. Peneliti mengusulkan untuk meningkatkan kesadaran tentang penggunaan pedoman transfusi antara staf bagian dan pengulangan penghitungan pada tahap berikutnya untuk menilai dampak dari intervensi.

Kesimpulan

            Rata-rata transfusi perioperatif pada pasien yang menjalani operasi kanker adalah 16%. Lebih dari setengahnya mengakibatkan kejadian overtransfusi. Kejadian overtransfusi pada pasien yang menerima satu unit transfuse tidak lebih tinggi. Dampak dari penelitian ini pada pelaksanaan transfusi perioperatif di rumah sakit  masih harus dinilai.

RAMUAN OBAT KELUARGAKU: OYONG-OYONG



                Hay guurls, hbs sakit ne,,lgsg teringt buat bgi2 inpoo..kenanganku dg sakitkuu. Yaps,kenangan manis aja tentunya,yg pahit biar ak sendiri yg merasakan L.
                Mengingat sya dr kecil sudah didoktrin ortu utk say no to obat2an kimia, smpek skrg saya takut sumpah sma tuh obat-obatan. Dlm keluargaku, org yg minum obat itu dianggap org yg “apes” alias gak okey bgt lah..hahaha. Mk dr itu, ak pun muales gilak kalog pelajari tuh obat2an bejibun. Jadi, teman2 maav bgt yak kalog nnya obat penykit ini itu biasanya gk ak jwb soalnya ak sendiri aja gk mw mimik obat masak nyuruh temen sndiri mimik itu. Tp, sbgai profesi seorang calon dokter ya hrs professional: parasetamol, antacid, ibuprofen, amoxilin 3x1 hari ya buu…(dlm ati: maaf L)
                Nah, yg jd pertanyaan??trs diapain doonk?masak didiemin aja??udah jelas2 tuh tubuh ngasih “alarm” ke kita kalog butuh pertolongan. Naah, ini dya waktunya tambil pahlawan kita hari ini si OYONG-OYONG.
                Pertama2, kenalan dlu lah ya sma di OYONG2 ini, siapa tw ada yg blon kenal. Oyong yang memiliki nama latin, Luffa Cylindrica sering pula dikenal dengan gambas atau ceme, Gendulo (Bengkulu), kisik (Sumatra Selatan). Buahnya bersiku-siku memanjang kulitnya keras layaknya katus sedangkan dagingnya lunak dan halus berwarna hijau.
                Naah, kemudian apa aja sii kandungan si OYONG ini? Kandungan senyawa cucurbitasin dalam biji oyong berperan dalam menurunkan gula darah. Tak hanya berkasiat bagi diabetes, Khasiat Sayur Buah Oyong dapat menyembuhkan penyakit semisal, Radang usus, asma hingga meningkatkan air susu ibu (ASI) (Sumber: http://makalahkitasemua.blogspot.com/2011/08/khasiat-sayur-buah-oyong-kisikgendulo.html#ixzz1oE2T5dWy)
                Sayur Oyong sering dimanfaatkan untuk mengatasi panas dalam. Sayur Oyong mengandung beberapa zat kimia, seperti saponin triterpen, luffein, citruline, dan cucurbitacin. Getahnya mengandung saponin, lendir, lemak, protein, vitamin B, dan vitamin C. Kandungan kimia juga terdapat pada biji, bunga, serat sabut, daun, dan batang blustru.
                Daunnya dapat dimanfaatkan sebagai obat disentri, melancarkan air seni, melancarkan haid pada wanita, obat muntah, dan penawar racun ular (di India). Di samping itu, daun mudanya dapat juga digunakan sebagai obat asma. Pada buku Obat Asli Indonesia tulisan Dr A Seno Sastroamidjojo, penggunaan blustru adalah dengan membembam (mematangkan dengan cara membenamkan dalam abu hangat - Red) daun muda, tawas, getah lemon swanggi, dan dibungkus daun pisang. Air bembaman bahan-bahan itu diminum.
                Bijinya ternyata juga berkhasiat sebagai peluruh, terutama peluruh kencing, peluruh haid, dan pencahar. Sementara akar blustru rasanya manis berkhasiat melancarkan sirkulasi darah, dan menghilangkan bengkak. Khasiat yang bisa didapat dari batangnya antara lain melancarkan sirkulasi darah. ( sumber: http://nadnuts.multiply.com/recipes/item/2)
                Naah, lalu gmn ramuan keluargakuu??vioolaaaa, ini dia:
OYONG2 + bwang merah + bwang putih +gula jawa
·         Kenapa bawang putih?? Yaaps, karena Bawang putih mempunyai khasiat sebagai antibiotik alami di dalam tubuh manusia. J
(http://eemoo-esprit.blogspot.com/2010/10/nilai-gizi-dari-bawang-putih-garlic.html)
·         Kenapa bawang merah?? Yuhuuu, Karena mengandung flavonglikosida,bawang merah dianggap anti radang, pembunuh bakteri, sedangkan kandungan saponinnya mengencerkan dahak. Ia juga memiliki sejumlah zat lain yang berkhasiat menurunkan panas, menghangatkan, memudahkan pengeluaran angin dari perut, melancarkan pengeluaran air seni, mencegah penggumpalan darah, menurunkan kolesterol, dan kadar gula dalam darah. (http://www.bawangmerahputih.com/ )
·         Daan, kenapa gula jawaa?? Yippi, si gula jawa trnyt selain memberikan rasa manis (tapi rendah kalori), gula jawa mengandung garam mineral, kaya nutrisi, dan bermanfaat untuk mengatasi anemia, batuk, typhus, lepra, dan sebagainya.

                Recommended pokoknya gaan..^^kenapa?? Selain dr khasiatnya, tuh sayur oyong2 hbs dimasak nnti bau,bentuk, dan rasanya yg tdk terlalu menyengat cucook hbs buat org yg sakiid alias badmood. Jd ayeem rasanyaa J

INI CERITAKU, APA CERITAMU???

NB:tdk bermaksud menjelek2an obat2n kimia, postingan ini hanya alternative pilihan saja. Apalagi utk kondisi2 emergensi, obat2n tersebut msh sangat2 berperan. Kata guru saya: tubuh itu punya kekuatan alami menyembuhkan penyakit, obat2an itu fungsinya hanya mempercapat proses penyembuhan saja. Intinya, kembali kepada kita yg memiliki tubuh, mau dipercepat ato lama sedikit tp biarkan tubuh kita belajar secara natural..

Salam sehaat J